AMANAH YANG HARUS
KITA PIKUL
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا
الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh".[TQS Al Ahzab
(33):72]
Tatkala Allah swt menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung,
ketiganya enggan untuk memikulnya.
Namun, manusia memberanikan dirinya untuk memikul amanah tersebut. Padahal, konsekuensi dari amanah tersebut
sangatlah berat. Amanah itu adalah
hidup sejalan dengan tuntunan Allah swt yang termaktub di dalam al-Quran dan
sunnah. Saking beratnya, gunung akan
hancur berkeping-keping karena takut atas konsekuensinya. Allah swt berfirman, artinya:
لَوْ
أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْءَانَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا
مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ
“Kalau sekiranya Kami menurunkan al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti
kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepadaAllah
swt. Perumpamaan-perumpamaan itu Kami
buat untuk manusia supaya mereka berfikir.”[TQS Al-Hasyr (59):21]
Imam Baidlawiy,
sebagaimana dikutip oleh Ali Ash-shabuni, menafsirkan ayat ini sebagai
berikut:´”Seandainya
Kami (Allah) menciptakan akal dan perasaan pada gunung sebagaimana yang telah
Kami ciptakan pada diri manusia, kemudian Kami turunkan Al-Quran di atasnya,
dengan konsekuensi pahala dan siksa, sungguh ia akan tunduk, patuh dan hancur
berkeping-keping karena takut kepada Allah swt.
Ayat ini merupakan gambaran betapa besarnya
kehebatan dan pengaruh al-Quran.
Seandainya gunung yang kuat dan kokoh itu diseru dengan Al-Quran,
sungguh kamu akan menyaksikannya tunduk dan takut kepada Allah swt. Maksud ayat ini adalah, celaan terhadap
manusia disebabkan tidak tunduk ketika dibacakan al-Quran kepadanya. Bahkan, mereka menolak keajaiban-keajaiban
dan keagungan-keagungan Al-Quran…”[1]
Dalam kitab Bahrul Muhiith disebutkan bahwa, maksud ayat ini adalah
celaan kepada manusia yang telah keras hatinya, dan tidak terpengaruh hatinya
dengan al-Quran yang seandainya diturunkan di atas sebuah gunung, niscaya
gunung itu akan tunduk dan terpecah belah karena takut kepada Allah swt. Jika gunung yang tegak dan kokoh saja tunduk
dan patuh kepada al-Quran tentu manusia harus lebih tunduk kepada
al-Quran. Akan tetapi, kebanyakan
manusia tidak terpengaruh dan tunduk di hadapan al-Quran.[2]
Lantas,
apakah kita sudah tunduk dan patuh kepada al-Quran dan kandungan isinya? Apakah ketika dibacakan al-Quran, kita sudah
menundukkan diri, merenungi isinya, kemudian berusaha mengamalkannya? Apakah justru kita acuh, mengingkari, bahkan
berusaha mengganti hukum-hukum yang terkandung di dalam al-Quran? Bukankah Allah swt telah berfirman:
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ
“Apabila dibacakan al-Quran (kepadamu), maka
dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat.”[TQS
Al A’raaf (7):204]
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran
ataukah hati mereka terkunci.”[TQS Mohammad (47):24]
Tidak hanya itu
saja, Allah swt telah menjanjikan bagi
siapa saja yang membaca al-Quran dengan pahala yang sangat besar. Allah swt berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ
وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ
تَبُورَ
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca
Kitabullah dan mendirikan sholat serta menafkahkan sebagian dari rizki yang
Kami anugerahkan kepada mereka, baik secara diam-diam maupun secara
terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tiada akan merugi.”[TQS Al Fathir:29]
Rasulullah saw
bersabda:
“Orang yang mahir membaca al-Quran adalah beserta malaikat-malaikat yang
suci dan mulia, sedangkan orang yang membaca al-Quran kurang fasih karena
lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka bagi akan mendapat dua pahala.”[HR.Imam Muslim]
“Sebaik-baik
orang di antara kamu adalah orang yang mempelajari al-Quran dan
mengajarkannya.”[HR. Imam Bukhari]
Lantas,
atas dasar apa kita tidak serius mempelajari al-Quran, memahaminya, membacanya,
dan mengamalkan kandungan isinya.
Bagaimana kita bisa hidup sesuai dengan tuntunan al-Quran, jika kita
tidak mempelajari dan memahami al-Quran?
Selain itu, bagaimana kita bisa memikul amanah yang telah dibebankan
Allah kepada kita, sekiranya kita tidak berusaha dengan serius mempelajari
kandungan isi al-Quran.
Sayangnya, kebanyakan kaum muslim sekarang ini
telah enggan, bahkan acuh terhadap amanahnya.
Tidak
sedikit diantara mereka yang mengibarkan peperangan terhadap al-Quranu
al-Kariim. Mereka mencoba menakwilkan
dan mengubah-ubah isi al-Quran yang telah jelas maknanya. Mereka berusaha menundukkan al-Quran agar
sesuai dengan keinginan-keinginan mereka.
Tak henti-hentinya mereka mendiskreditkan hukum-hukum agung yang lahir
dari al-Quran al-Karim. Mereka juga
melecehkan al-Quran al-Karim sebagai makhluk sejarah yang telah ketinggalan
zaman. Mereka lebih mencintai paham
demokrasi, HAM, sekulerisme dari barat dari pada al-Quran al-Kariim yang
diwahyukan kepada Mohammad saw. Padahal,
demokrasi adalah ideologi pra sejarah (sebelum masehi) yang jelas-jelas
bertentangan dengan fitrah manusia.
Demikian juga HAM. Ia adalah alat
politik orang kafir untuk menyebarkan ajaran kebebasan yang sangat rendah,
bahkan lebih rendah daripada binatang.
Anehnya, sebagian besar kaum muslim masih saja cinta dan tertipu oleh
propaganda-propaganda busuk mereka.
Perhatikan
nasehat dari Imam Ibnu Taimiyyah:
“Barangsiapa tidak mau membaca al-Quran berarti ia mengacuhkannya dan
barangsiapa membaca al-Quran namun tidak menghayati maknanya, maka berarti ia
juga mengacuhkannya. Barangsiapa yang
membaca al-Quran dan telah menghayati maknanya akan tetapi ia tidak mau
mengamalkan isinya, maka ia pun berarti mengacuhkannya”. Selanjutnya Imam Ibnu Taimiyyah menyitir
sebuah ayat:
وَقَالَ الرَّسُولُ يَارَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْءَانَ
مَهْجُورًا
“Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku! Sesungguhnya
kaumku menjadikan al-Quran ini suatu yang diacuhkan.”[TQS Al Furqan (25) :30]
Realitas telah menunjukkan kepada kita, betapa
banyak orang yang mahir membaca dan memahami al-Quran, namun mereka tidak
pernah mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan tidak sedikit pula yang tidak bisa
membaca al-Quran. Jika kondisi sebagian
besar kaum muslim masih seperti ini, tentu, mereka tidak akan peduli terhadap
amanah Allah yang telah diberikan kepada mereka. Padahal, konsekuensi dari amanah ini
sangatlah berat. Siapa saja yang tidak
konsisten dan acuh terhadap al-Quran dan isinya, kelak akan mendapatkan siksa
yang sangat pedih. Namun, siapa saja
yang mencintai al-Quran dengan cara suka membacanya, memahaminya, dan
melaksanakannya, akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah swt. Wallahu A'lam bi ash-Shawab