Sabtu, 02 Juni 2012

AKHLAK BANGSA


AKHLAK BANGSA
Oleh Ir Luthfi Hidayat*

Kerusuhan bulan Mei yang mecatat banyak korban penjarahan dan perkosaan semakin menyayat perasaan kita akan kondisi moral dan akhlak bangsa ini. Terlebih ketika rentetan tindak kekerasan --terhadap wanita itu-- ditengarai beberapa pihak telah dilakukan dengan sistematis dan terorganisir, persis seperti cara-cara sistematis dan terorganisir dalam peristiwa pengrusakan dan pembakaran yang juga terjadi waktu itu. 
            Kendati keperihatinan kita tentang kemerosotan etika, moral, dan akhlak bukan hal yang baru, namun yang lebih jadi perhatian dan sekaligus sedikit membingungkan kita adalah, walaupun permasalahan tersebut sering dibahas, bahkan saban pagi menghiasai kuliah-kuliah subuh di TV, tetapi kondisi akhlak umat belum juga membaik. Atau setidaknya berhenti dari kemerosotannya yang kian tajam. 
            Dalam pandagan Islam, hal utama yang penting dipahami bahwa akhlak bukanlah nilai-nilai moral yang baik atau buruknya menurut pandangan manusia semata. Akan tetapi, akhlak mulia semisal berbuat baik, berlaku adil, adalah merupakan perintah dari Allah SWT dan Rasul-Nya yang harus kita taati. Allah SWT berfiman:  “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.  Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An Nahl 90). 
            Oleh karena itu, saat kita berlaku jujur, bukan dilakukan semata-mata nilai kejujuran yang menurut pandangan manusia itu baik. Sikap demikian hakikatnya terlahir atas bukti kesungguhan kita mengikuti jejak Rasulullah saw.: “Sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan kepada kebajikan dan sesungguhnya kebajikan itu akan mengantarkannya ke surga. Dan seseorang yang senantiasa berkata benar dan jujur akan tercatat di sisi Allah sebagai orang yang benar dan jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan yang akhirnya menghantarkannya ke neraka. Dan seseorang yang senantiasa berdusta, akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta” (HR Bukhari dan Muslim).
            Begitu jua saat kita menilai suatu etika dan moral yang buruk serta akhlak yang tercela. Walaupun memang tindakan demikian dibenci oleh kebanyakan manusia, kebencian seorang muslim atas semua tindakan demikian hakikatnya terlahir dari ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Tindakan perkosaan dan penjarahan yang kita benci sesungguhnya terlahir dari nash-nash yang melarang kita melakukan perbuatan itu. Allah SWT melarang seorang muslim mendekati perbuatan zina (QS Al Isra’ 2), apalagi sampai melakukannya, baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, dilakukan oleh individu maupun kolektif. Allah SWT juga melarang seseorang untuk memakan harta saudaranya dengan cara-cara yang bathil (QS An Nisa 29).
            Walhashil, etika, moral yang baik dan akhlak yang mulia dalam pandangan Islam sarat dan kental dengan nilai-nilai ruh. Bukan hanya kulit, namun juga substansi. Juga terhindar dari bias-bias standard nilai manusia yang sering berbeda, yang juga tidak jarang ikut memberikan handil dalam terjadinya sengketa. Dan yang jelas, kalau akhlak dipandang hanya sebagai nilai-nilai baik menurut versi manusia, seorang muslim yang melakukannya tidak akan mendapat pahala dari sisi Allah, mungkin hanya sekedar kepuasan pujian dari manusia. Kita juga khawatir, jika akhlak tidak memiliki substansi ruh, dorongan atas ketaatan pada Allah, yang terjadi adalah moral dan etika kulit dari seorang yang hipokrit. []


* Staf Peneliti Pusat Studi Khazanah Ilmu-ilmu Islam (PSKII), Bogor
  Jl. Bhayangkara Raya No.02 Komplek Kedung Badak Baru. Bogor (16710).  Telp/Fax (0251) 330628

Tidak ada komentar:

Posting Komentar